Menjaga sanitasi lingkungan dan berperilaku hidup sehat itu sangat
penting, terutama ketika perubahan iklim global terjadi seperti saat
ini. Bila tidak dicegah sejak dini, bisa picu penyakit Infeksi Saluran
Pernapasan Atas (ISPA) meningkat.
Penyakit pernapasan ini bisa
menimpa siapapun. Faktor polusi udara dalam ruangan, polusi luar
ruangan, peningkatan suhu bumi dan kelembaban menjadi pemicu penyakit
tersebut. Penyakit ini ditandai dengan batuk-batuk, kesulitan bernapas
yang berujung pada kematian.
Direktur Pengendalian Penyakit
Menular Langsung (PPML) H M Subuh mengatakan, perubahan iklim saat ini
perlu diwaspadai. Pencegahan harus dilakukan karena sangat rentan
terkena penyakit pernapasan. Penyakit ini pun bisa menyerang siapa
saja, mulai dari anak-anak hingga dewasa dan terjadi pada bagian
alveoli, yang mengakibatkan panas tinggi, batuk-batuk dan sulit
bernapas.
“Jika sudah masuk ke bawah paru-paru (pneumonia),
penyakit ini sulit ditangani. Gejala sesak dan susah napas, demam
tinggi, dan kejang salah satu gejala terkena ISPA,” jelas Subuh dalam
acara temu media mengenai Perubahan Iklim di Gedung Kemenkes, .
Menurut Subuh, penyakit ini akan terus menjadi
trend sampai 30 tahun ke depan. Menurut Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007-2011, sekitar 18 juta penduduk dilaporkan
memiliki prevalensi penyakit ini. ”Penyakit ini akan cenderung
meningkat saat pancaroba datang,” katanya.
Dia menjelaskan,
penyakit ISPA dibedakan menjadi dua. Yaitu, common cold (pemicunya
adalah virus rhinovirus, respiratory syncytial virus, adenovirus dan
influenza yang dipicu oleh virus dengan berbagai tipe.
“Virus
penyebab ISPA sangat menular. Jangan sampai diabaikan. Masyarakat perlu
melakukan perilaku hidup sehat sejak dini dengan menjaga lingkungan,
menjaga diri dan jangan pernah menganggap enteng penyakit ini,” imbau
Subuh.
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Kementerian Kesehatan, Wilfreid H Purba mengimbau masyarakat
agar waspada terhadap perubahan cuaca, terutama untuk penyakit diare,
ISPA, malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD) dan lainnya.
“Menjaga
pola hidup dan sanitasi di lingkungan perlu dilakukan. Sebab, kerugian
ekonomi akibat buruknya sanitasi, diperkirakan mencapai Rp 33 triliun
per tahun dan kerugian ekonomi diperkirakan sebesar 2,3 persen dari
Produk Domestik Bruto (PDB),” jelas Wilfreid.
Menurut Wilfreid,
Kemenkes sudah menggerakkan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
yang memfokuskan pengelolaan hidup yang sehat. “Jika sanitasi baik,
orang yang sakit tak perlu berobat lagi,”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar